Al-Habib Abubakar Bin Muhammad Assegaf
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ .الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
أَلا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلا هُمْ يَحْزَنُونَ .الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
Sebuah Perjalanan Religius Seorang Kekasih Allah Hingga Maqom Shiddiqiyyah Kubro
Al-Imam al-Quthbul Fard al-Habib Abu Bakar bin Muhammad bin Umar bin
Abu Bakar bin Al-Habib Umar bin Segaf as-Segaf adalah seorang imam di
lembah Al-Ahqof. Garis keturunannya yang suci ini terus bersambung
kepada ulama dari sesamanya hingga bermuara kepada pemuka orang-orang
terdahulu, sekarang dan yang akan datang, seorang kekasih nan mulia Nabi
Muhammad S.A.W. Beliau terlahir di kampung Besuki (salah satu wilayah
di kawasan Jawa Timur) tahun 1285 H. Ayahnya wafat di kota Gresik,
sementara beliau masih berumur kanak-kanak.
Al-Habib Abu Bakar
bin Muhammad as-Segaf tumbuh besar dalam asuhan dan penjagaan yang
sempurna. Cahaya kebaikan dan kewalian telah tampak dan terpancar dari
kerut-kerut wajahnya, sampai-sampai di usianya ke-3 tahun mampu
mengingat kembali peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada dirinya.
Semua itu tak lain karena power ( kekuatan ) dan kejernihan rohaninya,
serta kesiapannya untuk menerima curahan anugerah dan Fath ( pembuka
tabir hati ) darinya.
Tahun 1293 H., atas permintaan neneknya
yang sholehah Fatimah binti Abdullah (Ibunda ayahnya), beliau merantau
ditemani oleh al-Mukaram Muhammad Bazamul ke Hadramaut meninggalkan
tanah kelahirannya Jawa. Di kala Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad
as-Segaf akan sampai di kota Sewun, beliau di sambut di perbatasan kota
oleh paman sekaligus gurunya Al-Allamah Abdullah bin Umar berikut para
kerabat. Dan yang pertama kali dilantunkan oleh sang paman bait qosidah
al-Habib al-Arifbillah Syeh bin Umar bin Segaf seorang yang paling alim
di kala itu dan menjadi kebanggaan pada jamannya. Dan ketika telah
sampai beliau dicium dan dipeluk oleh pamannya. Tak elak menahan
kegembiraan atas kedatangan sang keponakan dan melihat raut wajahnya
yang memancarkan cahaya kewalian dan kebaikan berderailah air mata
kebahagiaan sang paman membasahi pipinya hati para kaum arifin memiliki ketajaman pandang
Mampu melihat apa yang tak kuasa dilihat oleh pemandang.
Perhatian dan didikan sang paman telah membuahkan hasil yang baik pada
diri sang keponakan. Beliau belajar kepada sang paman Al-Habib Abdullah
bin Umar ilmu fiqh dan tasawuf, sang paman pun suka membangunkannya pada
akhir malam ketika masih berusia kanak-kanak guna menunaikan shalat
tahajjud bersama-sama, Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf mempunyai
hubungan yang sangat kuat dalam menimba ilmu dari para ulama dan pemuka
kota Hadramaut. Mereka ( para ulama ) telah mencurahkan perhatiannya
pada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf. Maka beliau RA.. Banyak
menerima dan memparoleh ijazah dari mereka. Diantara para ulama
terkemuka Hadramaut yang mencurahkan perhatian kepada nya, adalah
Al-Imam Al-Arifbillah Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, ( seorang
guru yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya kepada Al-Habib Abu Bakar
bin Muhammad Assegaf).
Al-Habib Ali bin Muhammad Alhabsyi telah
menaruh perhatian kepada Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
semenjak masih berdomisili di Jawa sebelum meninggalkannya menuju
Hadramaut.
Al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi berkata kepada
salah seorang murid seniornya " Perhatikanlah! Mereka bertiga adalah
para wali, nama, haliyah, dan maqom (kedudukan) mereka sama. Yang
pertama adalah penuntunku nanti di alam barzakh, beliau adalah Quthbul
Mala Al-Habib Abu Bakar bin Abdullah Al-Aidrus, yang kedua, aku
melihatnya ketika engkau masih kecil beliau adalah Al-Habib Al-Ghoust
Abu Bakar bin Abdullah al-Atthos, dan yang ketiga engkau akan melihat
sendiri nanti di akhir dari umurmu ".
Tatkala memasuki tahun
terakhir dari umurnya, ia bermimpi melihat Rosulullah S.A.W. sebanyak
lima kali berturut-turut selama lima malam, sementara setiap kali dalam
mimpinya Rasulullah S.A.W. mengatakan kepadanya ( orang yang bermimpi ) :
" Lihatlah di sampingmu, ada cucuku yang sholeh Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf "! Sebelumnya orang yang bermimpi tersebut tidak mengenal
Al-Habib Abu Bakar Assegaf kecuali setelah dikenalkan oleh Baginda Rasul
Al-Musthofa S.A.W. didalam mimpinya. Lantas ia teringat akan ucapan
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dimana beliau pernah berkata "
Mereka bertiga adalah para wali, nama dan kedudukan mereka sama ".
Setelah itu ia ( orang yang bermimpi ) menceritakan mimpinya kepada
Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf dan tidak lama kemudian ia
meninggal dunia.
Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf
mendapat perhatian khusus dan pengawasan yang istimewa dari gurunya
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi sampai-sampai Al-Habib Ali sendiri
yang meminangkan beliu dan sekaligus menikahkannya. Selanjutnya (
diantara para masyayikhnya ) adalah Al Allamah Al Habib Abdullah bin
Umar Assegaf sebagai syaikhut tarbiyah, Al Imam Al Quthb Al Habib
Muhammad bin Idrus Al-Habsyi sebagai syaikhut taslik, juga Al Mukasyif
AL Habib Abdul Qadir bin Ahmad bin Quthban sebagai syaikhul fath. Guru
yang terakhir ini sering memberi berita gembira kepada beliau " Engkau
adalah pewaris haliyah kakekmu Al-Habib Umar bin Segaf". Sekian banyak
para ulama para wali dan para kaum sholihin Hadramaut baik itu yang
berasal dari Sewun, Tarim dan lain-lain yang menjadi guru Al-Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf, seperti Al-Habib Muhammad bin Ali Assegaf,
Al-Habib Idrus bin Umar al-Habsyi, Al-Habib Ahmad bin Hasan al-Atthas,
Al-Habib Abdurrahman Al-Masyhur, juga putera beliau Al-Habib Ali bin
Abdurrahman Al-Masyhur, dan juga Al-Habib Syekh bin Idrus Al-Idrus dan
masih banyak lagi guru beliau yang lainnya.
Pada tahun 1302 H,
ditemani oleh Al-Habib Alwi bin Segaf Assegaf , Al-Habib Abu Bakar
Assegaf pulang ketanah kelahirannya (Jawa) tepatnya di kampung Besuki.
Selanjutnya pada tahun 1305 H, ketika itu berumur 20 tahun beliau pindah
ke kota Gresik sambil terus menimba ilmu dan meminta ijazah dari para
ulama yang menjadi sinar penerang negeri pertiwi Indonesia, sebut saja
Al-Habib Abdullah bin Muhsin Al-Atthas, Al-Habib Abdullah bin Ali
Al-Haddad, Al-Habib Ahmad bin Abdullah Al-Atthas, Al-Habib Abu Bakar bin
Umar bin Yahya, Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi, Al-Habib
Muhammad bin Ahmad Al-Muhdlar, dan lain sebagainya.
Kemudian
pada tahun 1321 H, tepatnya pada hari jum'at ketika sang khatib berdiri
diatas mimbar beliau mendapat ilham dari Allah S.W.T. bergeming dalam
hatinya untuk mengasingkan diri dari manusia semuanya. Terbukalah hati
beliau untuk melakukannya, seketika setelah bergeming beliau keluar dari
masjid jami' menuju rumah kediamannya. Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf ber-uzlah atau khalwat (mengasingkan diri) dari manusia selama
lima belas tahun bersimpuh dihadapan Ilahi Rabbi. Dan tatkala tiba saat
Allah mengizinkan beliau untuk keluar dari khalwatnya, guru beliau
Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi mendatanginya dan memberi isyarat
kepada beliau untuk mengakhiri masa khalwatnya, Al-Habib Muhammad
Al-Habsyi berkata : " selama tiga hari kami bertawajjuh dan memohon
kepada Allah agar Abu Bakar bin Muhammad Assegaf keluar dari
khalwatnya", lantas beliau menggandeng Al-Habib Abu Bakar Assegaf dan
mengeluarkannya dari khalwatnya. Kemudian masih ditemani Al-Habib
Muhammad Al-Habsyi beliau R.A. menziarahi Al-Habib Alawi bin Muhammad
Hasyim, ssetelah itu meluncur ke kota Surabaya menuju ke kediaman al
Habib Abdullah bin Umar Assegaf. Sambil menunjuk kepada al Habib Abu
Bakar bin Muhammad Assegaf Al-Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi
memproklamirkan kepada para hadirin " Ini Al-Habib Abu Bakar bin
Muhammad Assegaf termasuk mutiara berharga dari simpanan keluarga
Ba'Alawi, kami membukanya agar bisa menularkan manfaat bagi seluruh
manusia".
Setelah itu beliau membuka majlis ta'lim dirumahnya,
beliau menjadi pengayom bagi mereka yang berziarah juga sebagai sentral (
tempat rujukan ) bagi semua golongan diseluruh penjuru, siapa pun yang
mempunyai maksud kepadanya dengan dasar husnudz dzan niscaya ia akan
meraih keinginannya dalam waktu yang relatif singkat. Di rumahnya
sendiri, Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf telah menghatamkan
kitab Ihya' Ulumuddin lebih dari 40 kali. Pada setiap kali hatam beliau
selalu menghidangkan jamuan yang istimewa. Al- Habib Abu Bakar Assegaf
betul-betul memiliki ghirah (antusias) yang besar dalam menapaki
aktivitas dan akhlaq para aslaf (pendahulunya), terbukti dengan
dibacanya dalam majlis beliau sejarah dan kitab-kitab buah karya para
aslafnya.
Di saat terakhir hayatnya Al-Habib Abubakar bin
Muhammad Assegaf melakukan puasa selama 15 hari, setelah itu beliau
wafat pada tahun 1376 H. dalam usia 91 tahun, dimakamkan di pemakaman
Masjid Jami' Alun-Alun, Greasik, Jawa Timur.
Adapun maqom
(kedudukan) Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf, telah mencapai
tingkat Shiddiqiyah Kubro. Hal itu telah diakui dan mendapat legitimasi
dari mereka yang hidup sezaman dengan beliau. Berikut ini beberapa
komentar dari mereka.
Al-Imam Al-Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar berkata :
"Demi fajar dan malam yang sepuluh dan yang genap dan yang ganjil.
Sungguh al Akh Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah mutiara keluarga
Segaf yang terus menggelinding (maqomnya) bahkan membumbung tinggi
menyusul maqom-maqom para aslafnya".
Al-Habib Alwi bin Muhammad Al-Haddad berkata :
"Sesungguhnya al Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang
Quthb al Ghaust juga sebagai tempat turunnya pandangan (rahmat) Allah
SWT".
Al-Arif billah Al-Habib Ali bin Abdurrahman
Al-Habsyi pernah berkata di rumah Al-Habib Abu Bakar Assegaf dikala
beliau membubuhkan tali ukhuwah antara beliau dengan Al-Habib Abu Bakar
Assegaf, pertemuan yang diwarnai dengan derai air mata. Al-Habib Ali bin
Abdurrahman Al-Habsyi berkata kepada para hadirin ketika itu :
"Lihatlah kepada saudaraku fillah Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad
Assegaf. Lihatlah ia..! Maka melihat kepadanya termasuk ibadah
"
Al-Habib Husein bin Muhammad Al-Haddad berkata :
"Sesungguhnya Al-Habib Abu Bakar bin Muhammad Assegaf adalah seorang
khalifah. Beliau adalah penguasa saat ini, beliau telah berada pada
Maqom As Syuhud yang mampu menyaksikan (mengetahui) hakekat dari segala
sesuatu. Beliau berhak untuk dikatakan "Dia hanyalah seorang hamba yang
kami berikan kepadanya (sebagai nikmat)".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar